Anak
yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa yang pendek tetapi
merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena
itu, pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong
sehingga akan berkembang secara optimal.
Kotabaru, Mei 2016
Timwanci3
Karakteristik
perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya pertumbuhan
fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol tubuh
dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara
bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan
telah berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil
maupun memegang gunting. Selain itu, perkembangan sosial anak yang
berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat
menunjukkan keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai
berkompetisi dengan teman sebaya, mempunyai sahabat, telah mampu
berbagi, dan mandiri.
Perkembangan
emosi anak usia 6-8 tahun antara lain anak telah dapat mengekspresikan
reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah mampu
berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang benar dan
salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal SD
ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan
obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan
kata, senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya
pemahaman terhadap ruang dan waktu.
Cara Anak Belajar.
Piaget
(1950) menyatakan bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam
menginterpretasikan dan beradaptasi dengan lingkungannya (teori
perkembangan kognitif). Menurutnya, setiap anak memiliki struktur
kognitif yang disebut schemata yaitu sistem konsep yang ada dalam
pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap objek yang ada dalam
lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung melalui
proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada dalam
pikiran) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep-konsep dalam pikiran
untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus
menerus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru menjadi
seimbang. Dengan cara seperti itu secara bertahap anak dapat membangun
pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungannya. Berdasarkan hal
tersebut, maka perilaku belajar anak sangat dipengaruhi oleh aspek-aspek
dari dalam dirinya dan lingkungannya. Kedua hal tersebut tidak mungkin
dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam konteks interaksi
diri anak dengan lingkungannya.
Anak
usia sekolah dasar berada pada tahapan operasi konkret. Pada rentang
usia tersebut anak mulai menunjukkan perilaku belajar sebagai berikut:
(1) Mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek
situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara
serentak, (2) Mulai berpikir secara operasional, (3) Mempergunakan cara
berpikir operasional untuk mengklasifikasikan benda-benda, (4) Membentuk
dan mempergunakan keterhubungan aturan-aturan, prinsip ilmiah
sederhana, dan mempergunakan hubungan sebab akibat, dan (5) Memahami
konsep substansi, volume zat cair, panjang, lebar, luas, dan berat.
Memperhatikan tahapan perkembangan berpikir tersebut, kecenderungan belajar anak usia sekolah dasar memiliki tiga ciri, yaitu:
1. Konkrit
Konkrit
mengandung makna proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkrit
yakni yang dapat dilihat, didengar, dibaui, diraba, dan diotak atik,
dengan titik penekanan pada pemanfaatan lingkungan sebagai sumber
belajar. Pemanfaatan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil
belajar yang lebih bermakna dan bernilai, sebab siswa dihadapkan dengan
peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan yang alami, sehingga
lebih nyata, lebih faktual, lebih bermakna, dan kebenarannya lebih dapat
dipertanggungjawabkan.
2. Integratif
Pada
tahap usia sekolah dasar anak memandang sesuatu yang dipelajari sebagai
suatu keutuhan, mereka belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai
disiplin ilmu, hal ini melukiskan cara berpikir anak yang deduktif yakni
dari hal umum ke bagian demi bagian.
3. Hierarkis
Pada
tahapan usia sekolah dasar, cara anak belajar berkembang secara
bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih
kompleks. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perlu diperhatikan
mengenai urutan logis, keterkaitan antar materi, dan cakupan keluasan
serta kedalaman materi .
Belajar dan Pembelajaran Bermakna
Belajar
pada hakekatnya merupakan proses perubahan di dalam kepribadian yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, dan kepandaian. Perubahan ini
bersifat menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil
dari latihan atau pengalaman.
Pembelajaran
pada hakekatnya adalah suatu proses interaksi antar anak dengan anak,
anak dengan sumber belajar dan anak dengan pendidik. Kegiatan
pembelajaran ini akan menjadi bermakna bagi anak jika dilakukan dalam
lingkungan yang nyaman dan memberikan rasa aman bagi anak. Proses
belajar bersifat individual dan kontekstual, artinya proses belajar
terjadi dalam diri individu sesuai dengan perkembangannya dan
lingkungannya.
Belajar
bermakna (meaningfull learning) merupakan suatu proses dikaitkannya
informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur
kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa
mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek,
konsep-konsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang
relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar
menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan
kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang
utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan
tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna
maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep
yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis
konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Dengan
kata lain, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa
yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indera daripada
hanya mendengarkan orang/guru menjelaskan.
Pengertian Pembelajaran Tematik
Sesuai
dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara anak belajar,
konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan pembelajaran
bagi anak kelas awl SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik.
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan
pokok yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta, 1983). Dengan
tema diharapkan akan memberikan
banyak keuntungan, di antaranya:
1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar
antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan matapelajaran lain
dengan pengalaman pribadi siswa;
5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam
konteks tema yang jelas;
6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
matapelajaran lain;
7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat
digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Landasan Pembelajaran Tematik
Landasan Pembelajaran tematik mencakup:
Landasan filosofis dalam pembelajaran tematik sangat dipengaruhi oleh tiga aliran filsafat yaitu:
(1)
progresivisme, (2) konstruktivisme, dan (3) humanisme. Aliran
progresivisme memandang proses pembelajaran perlu ditekankan pada
pembentukan kreatifitas, pemberian sejumlah kegiatan, suasana yang
alamiah (natural), dan memperhatikan pengalaman siswa. Aliran
konstruktivisme melihat pengalaman langsung siswa (direct experiences)
sebagai kunci dalam pembelajaran. Menurut aliran ini, pengetahuan adalah
hasil konstruksi atau bentukan manusia. Manusia mengkonstruksi
pengetahuannya melalui interaksi dengan obyek, fenomena, pengalaman dan
lingkungannya. Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari
seorang guru kepada anak, tetapi harus diinterpretasikan sendiri oleh
masing-masing siswa. Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah jadi,
melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Keaktifan siswa
yang diwujudkan oleh rasa ingin tahunya sangat berperan dalam
perkembangan pengetahuannya. Aliran humanisme melihat siswa dari segi
keunikan/kekhasannya, potensinya, dan motivasi yang dimilikinya.
Landasan
psikologis dalam pembelajaran tematik terutama berkaitan dengan
psikologi perkembangan peserta didik dan psikologi belajar. Psikologi
perkembangan diperlukan terutama dalam menentukan isi/materi
pembelajaran tematik yang diberikan kepada siswa agar tingkat keluasan
dan kedalamannya sesuai dengan tahap perkembangan peserta didik.
Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi/materi
pembelajaran tematik tersebut disampaikan kepada siswa dan bagaimana
pula siswa harus mempelajarinya.
Landasan
yuridis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan berbagai kebijakan
atau peraturan yang mendukung pelaksanaan pembelajaran tematik di
sekolah dasar. Landasan yuridis tersebut adalah UU No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya
(pasal 9). UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya (Bab V Pasal 1-b).
Arti Penting Pembelajaran Tematik
Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar
secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai
pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan
memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan
konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para
tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang menekankan bahwa
pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan
perkembangan anak.
Pembelajaran
tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan
sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu mengemas atau
merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi kebermaknaan belajar
siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur
konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan
konseptual antar mata pelajaran yang dipelajari akan membentuk skema,
sehingga siswa akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan.
Selain itu, dengan penerapan pembelajaran tematik di sekolah dasar akan
sangat membantu siswa, karena sesuai dengan tahap perkembangannya siswa
yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).
Beberapa
ciri khas dari pembelajaran tematik antara lain: 1) Pengalaman dan
kegiatan belajar sangat relevan dengan tingkat perkembangan dan
kebutuhan anak usia sekolah dasar; 2) Kegiatan-kegiatan yang dipilih
dalam pelaksanaan pembelajaran tematik bertolak dari minat dan kebutuhan
siswa; 3) Kegiatan belajar akan lebih bermakna dan berkesan bagi siswa
sehingga hasil belajar dapat bertahan lebih lama; 4) Membantu
mengembangkan keterampilan berpikir siswa; 5) Menyajikan kegiatan
belajar yang bersifat pragmatis sesuai dengan permasalahan yang sering
ditemui siswa dalam lingkungannya; dan 6) Mengembangkan keterampilan
sosial siswa, seperti kerjasama, toleransi, komunikasi, dan tanggap
terhadap gagasan orang lain.
Dengan
pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan tema ini, akan diperoleh
beberapa manfaat yaitu: 1) Dengan menggabungkan beberapa kompetensi
dasar dan indikator serta isi mata pelajaran akan terjadi penghematan,
karena tumpang tindih materi dapat dikurangi bahkan dihilangkan, 2)
Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan
akhir, 3) Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat
pengertian mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah. 4)
Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep akan
semakin baik dan meningkat,
Karakteristik Pembelajaran Tematik
Sebagai suatu model pembelajaran di sekolah dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik
karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran
tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai dengan
pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai
subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator
yaitu memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan
aktivitas belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran
tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa (direct
experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada
sesuatu yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang
lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam
pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema
yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran
tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran dalam
suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami
konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu
siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan
sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran
tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan bahan
ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana
sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan
minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
RAMBU-RAMBU
1. Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan
2. Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar lintas semester
3. Kompetensi dasar yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan.
4. Kompetensi dasar yang tidak diintegrasikan dibelajarkan secara tersendiri.
5.
Kompetensi dasar yang tidak tercakup pada tema tertentu harus tetap
diajarkan baik melalui tema lain maupun disajikan secara tersendiri.
4. Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan membaca, menulis, dan berhitung serta
5. penanaman nilai-nilai moral
6. Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, minat, lingkungan, dan daerah setempat.
Timwanci3
Tidak ada komentar:
Posting Komentar